1.
Ijma’
Ijmak atau Ijma' (Arab:إجماع) adalah kesepakatan
para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadits
dalam suatu perkara yang terjadi.
Macam-macam
Ijma'
1. Ijma'
Qauli,
yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan pendapatnya dengan lisan
ataupun tulisan yang meneangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di
masanya.
2. Ijma'
Sukuti,
yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak mengatakan pendapatnya. Diam
di sini dianggap menyetujui.
Menurut Imam Hanafi kedua macam ijma' tersebut adalah ijma'
yang sebenarnya. Menurut Imam Syafi'i hanya ijma' yang pertama saja yang
disebut ijma' yang sebenarnya.
Selain
ijma' umat tersebut masih ada macam-macam ijma' yang lain, yaitu:
ü Ijma'
sahabat
ü Ijma'
Khalifah yang empat
ü Ijma'
Abu Bakar dan Umar
ü Ijma'
ulama Madinah
ü Ijma'
ulama Kufah dan Basrah
ü ijma'
itrah (golongan Syiah)
Dalil Keabsahan Ijma’
Qs. An-Nisa: 115
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيراً
Artinya:
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas
kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Sandaran ijma'
Ijma' tidak dipandang sah, kecuali apabila
ada sandaran, sebab ijma' bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Sandaran
tersebut dapat berupa dalil qath'i yaitu Qur'an dan Hadits mutawatir, juga
dapat berupa dalil zhanni yaitu Hadits ahad dan qiyas.
Contoh Ijma’
v Ijma’
tentang pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah karena mengqiyaskan kepada
penunjukan Abu Bakar oleh Nabi menjadi imam shalat ketika Nabi sedang
berhalangan. (Jumhur Ulama, Fiqih Sunnah Jilid I,
hal 149).
v Menurut
Ijma’ kaum muslim, boleh mengusap bagian atas sepatu ketika dalam perjalanan.
Tidak ada yang melarang hal ini, kecuali golongan Khawarij. (Fiqih Empat
Mazhab, Mengusap Sepatu (khuf), hal 37).
v Ulama
fiqih sepakat menyatakan bahwa umat Islam yang berada di wilayah Darul Harbi
diwajibkan untuk hijrah ke Darul Islam. (Ensiklopedi Hukum Islam Jilid I, hal
256).
v Jumhur
Ulama sepakat bahwa adil itu hanya dapat dinilai secara lahiriah saja, tidak
secara batiniah. (Ensiklopedi Hukum Islam Jilid 4, hal 1186).
v Para
ulama Mujtahid sepakat bahwa jual beli dihalalkan, sedangkan riba diharamkan.
(Fiqih Empat Mazhab, Hukum Jual Beli, hal 214).
v Para
Mujtahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syariat.
(Fiqih Empat Mazhab, Nikah, hal 338).
v Para
ulama mazhab seluruhnya sepakat bahwa, orang yang sakit menjelang ajal,
manakala mewakafkan sebagian dari miliknya adalah syah dan bila dia cukup,
wakaf tersebut diambil dari jumlah sepertiga hartanya. Apabila lebih, maka
kelebihannya itu dikeluarkan berdasarkan izin para ahli warisnya. (Fiqih Lima
Mazhab, Wakaf hal 645).
v Para
imam mazhab sepakat bahwa antara kerbau dan sapi adalah sama dalam perhitungan
zakatnya. (Fiqih Empat Mazhab, Zakat Hewan Ternak, hal 132).
v Para
imam mazhab sepakat atas keharaman Ghashab (merampas hak orang lain). (Fiqih
Empat Mazhab, Perampasan (Ghashab), hal 281).
v Para
ulama mazhab sepakat bahwa, wali waqhaf (penguasa wakaf) adalah harus orang
yang berakal sehat, baligh, pandai menggunakan harta, dan bisa dipercaya.
(Fiqih Lima Mazhab, Kekuasaan Atas Waqhaf hal 659).
2.
Qhiyas
Qiyas menurut bahasa ialah penyamaan sesuatu dengan yang
lainnya. Menurut istilah Qiyas adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu
yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya
darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada
masa-masa sebelumnya.
Rukun Qiyas
Ø Ashl
(pokok), yaitu
suatu peristiwa yang sudah ada nashnya yang dijadikan tempat mengkiyaskan . Ashl
juga disebut maqis alaih (yang
dijadikan tempat mengkiyaskan), mahmul alaih (tempat membandingkan),
atau musyabbah bih (tempat menyerupakan).
Ø furu’ (cabang), suatu peristiwa yang yang tidak ada nashnya. Furu’ disebut
juga dengan maqis (yang sianalogikan), atau musyabbah (yang diserupakan).
Ø hukum
ashl , yaitu hukum syara’ yang ditetapkan oleh suatu nash.
Ø Illat
,
yaitu suatu sifat yang terdapat pada hukum asal, dengan adanya sifat itulah,
ashl mempunyai suatu hukum.
Kehujjahan Qiyas
Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan
hujjah syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang
lain.
Diantara
ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:
“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli
Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak
menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng
mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan
kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah
melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka
dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah
(Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.
(Qs.59:2)
Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada
kita untuk ‘mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati,
melampaui, memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas
yaitu melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum) yang
diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua kata tadi
‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.
Contoh
Qiyas
Hukum meminum khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam
Al Qur’an yaitu hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS.
Al-Maidah:90
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.
Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah
memabukan. Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan
khamar dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah haram.
3.
Maslahah al-Mursalah
4.
Al-‘Urf
5.
Istihsan
6.
Istishab
7.
Sududz Dzariah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar