Tugas
Terstruktur Dosen
Pengampu
Dalam
Matakuliah Akhlak Drs. H. Nasharuddin Yusuf, MAg
Pendidikan Akhlak dalam Kisah Nabi Nuh As
Oleh
Milla Eka Putri : 11215201324
Tri Tasia Nurbastin : 11215201335
Mahasiswa
Pendidikan Matematika semester 1-D
Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan
Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum lahirnya kaum
Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari kakek-kakek kaum Nabi Nuh. Mereka
hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd,
Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka, untuk menghormati mereka dan
sebagai peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah waktu, lalu
orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka,
kemudian anak-anak itu mati, dan datanglah cucu-cucu mereka. Kemudian timbullah
berbagai dongeng dan khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan
bahwa patung-patung itu memiliki kekuatan khusus. Dalam situasi seperti itu,
kejahatan akan memenuhi bumi dan akal manusia akan kalah, serta akan
meningkatnya kezaliman dan banyaknya orang-orang yang teraniaya. Yang kaya
semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Alhasil, kehidupan manusia
semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim.
Situasi demikian ini
pasti terjadi ketika manusia menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah itu
berhala dari batu, anak sapi dari emas, penguasa dari manusia, sistem dari
berbagai sistem, mazhab dari berbagai mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab
satu-satunya yang menjamin persamaan di antara manusia adalah, saat mereka
hanya menyembah Allah SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang
membuat undang-undang bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada
seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang
ketuhanan maka manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka
sepenuhnya.
Penyembahan kepada
selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat menghilangkan
kebebasan, namun pengaruh buruknya dapat merembet ke akal manusia dan dapat
mengotorinya. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia agar dapat mengenal-Nya dan
menjadikan akalnya sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan
ilmu yang paling penting adalah kesadaran bahwa Allah SWT semata sebagai
Pencipta, dan selain-Nya adalah makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar
pertama yang harus ada sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.
Ketika akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT
maka manusia akan tertimpa kesalahan.
Terdapat hubungan kuat
antara kehinaan manusia dan kefakiran mereka, serta tidak berimannya mereka
kepada Allah. Allah SWT berfirman: "Seandainya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi. " (QS. al-A'raf: 96). Bahwa kufur kepada Allah SWT atau
syirik kepada-Nya akan menyebabkan hilangnya kebebasan dan hancurnya akal serta
meningkatnya kefakiran, serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia.
Dalam situasi seperti
ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada kaumnya. Nabi Nuh
adalah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi kolektif, yang
menyembah selain Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di
tengah-tengah kaumnya. Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak
kemuliaan dan kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan
seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga
orang yang paling kaya di antara mereka.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah yang di bahas,
maka ditemukan beberapa permasalahn yang timbul, diantaranya:
a. Apa pengertian Pendidikan, akhlak, dan Pendidikan akhlak?
b. Bagaimana dakwah Nabi Nuh as kepada kaumnya?
c. Apa pendidikan akhlak yang bisa diambil dari kisah Nabi Nuh as.?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk memberikan gambaran tentang pendidikan akhlak dalam kisah Nabi Nuh as.
Disamping itu penulisan makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas terstrukrur
dari matakuliah Akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
Dalam pengertian pendidikan akhlak ini dijelaskan terlebih dahulu mengenai
pengertian pendidikan dan pengertian akhlak.
a. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, pengertian pendidikan yang diberikan oleh ahli. John
Dewey, seperti yang dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa pendidikan adalah
sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional)
menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa.[1]
Dalam Islam, pada mulanya pendidikan disebut dengan kata “ta’dib”.
Kata “ta’dib” mengacu kepada pengertian yang lebih tinggi dan mencakup
seluruh unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan
pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya, dalam perkembangan kata-kata “ta’dib”
sebagai istilah pendidikan hilang dari peredarannya, sehingga para ahli didik
Islam bertemu dengan istilah at tarbiyah atau tarbiyah, sehingga
sering disebut tarbiyah. Sebenarnya kata ini asal katanya adalah dari “Rabba-Yurobbi-Tarbiyatan”
yang artinya tumbuh dan berkembang.
Firman Allah SWT:
وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَياَّنِيْ
صَغِيْرًا.
Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku,
kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka mendidik aku waktu kecil”.[2]
(QS. 17/Al-Isra : 24)
Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa al-Tarbiyah
adalah proses pengasuhan pada fese permulaan pertumbuhan manusia, karena anak
sejak dilahirkan di dunia dalam keadaan tidak tahu apa-apa, tetapi ia sudah
dibekali Allah SWT berupa potensi dasar (fitrah) yang perlu
dikembangkan.
b. Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang
merupakan plural dari khuluq yang secara harfiah dapat diartikan dengan
budi pekerti, tingkah laku, perangai, atau tabiat. Terma akhlaq dalam
bahasa Arab didefenisikan sebagai keadaan jiwa yang menentukan tindakan
seseorang.[3]
c.
Pengertian Pendidikan
Akhlak
Adapun pengertian pendidikan akhlak yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain adalah:[4]
1.
Pendidikan Akhlak adalah ilmu yang menetukan batas
antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan
atau perbuatan manusia lahir dan batin.
2.
Pendidikan Akhlak adalah ilmu yang memberikan
pengertian tentang baik dan buruk, yang mengajarkan pergaulan manusia dan
menyatukan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
3.
Pendidikan Akhlak adalah suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh
setengah manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan
apa yang harus diperbuatnya.
B. Sejarah Ringkas Nabi Nuh as.
Nuh (Arab: نوح) (sekitar 3993-3043 SM) adalah seorang rasul yang diceritakan
dalam Taurat, Alkitab, dan Al-Quran. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM.
Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan
sebanyak 58 kali dalam 48 ayat dalam 9 buku Alkitab Terjemahan Baru dan 43 kali
dalam Al-Quran. Nuh mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Nabi
Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang
banyak bersyukur”.
Nabi Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam, dan Idris. Ia merupakan keturunan
kesembilan dari Adam. Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Metusyalih Mutawasylah
(Matu Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits
bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode
kurang lebih 1642 tahun.
Nuh hidup selama 950 tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah,
sedangkan beberapa sumber mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti
Tzila atau Amzurah binti Barakil dan memiliki empat orang putra,
yaitu Kanʻān, Yafith, Syam dan Ham.
Dari Ibnu Katsir bahwa Nuh
diutus untuk kaum Bani Rasib. Ibnu Abbas menceritakan Bahwa nabi Nuh diutus pada kaumnya ketika
berumur 480 tahun. Masa kenabiannya adalah 120 tahun dan berdakwah selama 5
abad. Dia mengarungi banjir ketika ia berumur 600 tahun, dan kemudian setelah
banjir ia hidup selama 350 tahun.
1.
Dakwah Nabi Nuh As kepada Kaumnya
Nabi Nuh datang ketika kaumnya sedang menyembah berhala ialah patung-patung yang
dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri disembahnya sebagai tuhan-tuhan yang
dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan
kemalangan. Nabi Nuh yang dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh
seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam
melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan
kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan
kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi
pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan
dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya
atau mematahkannya.
Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tanaganya berdakwah kepada kaumnya dengan
segala kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dan dalam setiap kesempatan, siang maupun malam dengan
cara berbisik-bisik atau cara terang dan terbuka ternyata hanya sedikit
sekali dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut sementara
riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang Mereka pun terdiri dari
orang-orang yang miskin berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya,
berkedudukan tingi dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan
pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak mempercayai
Nabi Nuh mengingkari dakwahnya dan sesekali tidak merelakan melepas agamanya
dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha
dengan mengadakan persekongkolan hendak melumpuhkan dan menggagalkan usaha
dakwah Nabi Nuh As.
Kaum Nuh mengemukakan syarat dengan berkata: “Wahai Nuh! Jika engkau
menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan
kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkanlah para pengikutmu yang terdiri
dari orang-orang petani, buruh dan hamba-hamba sahaya itu. Usirlah mereka dari
pengaulanmu karena kami tidak dapat bergaul dengan mereka duduk berdampingan dengan mereka mengikut cara
hidup mereka dan bergabung dengan mereka dalam suatu agama dan kepercayaan. Dan
bagaimana kami dapat menerima satu agama yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam,
penguasa dan pembesar dengan buruh-buruhnya dan orang kaya yang berkedudukan dengan
orang yang miskin.”
Nabi Nuh menolak persyaratan kaumnya dan berkata: “Risalah dan agama yang aku bawa adalah untuk
semua orang tiada pengecualian, yang pandai maupun yang bodoh, yang kaya maupun
miskin, majikan ataupun buruh ,diantara peguasa dan rakyat biasa semuanya
mempunyai kedudukan dan tempat yang sama terhadap agama dan hukum
Allah. Bagaimanakah aku dapat mempertanggungjawabkan tindakan pengusiranku kepada
mereka terhadap Allah bila mereka mengadu bahwa aku telah membalas kesetiaan
dan ketaatan mereka dengan sebaliknya semata-mata untuk memenuhi permintaanmu
dan tunduk kepada pensyaratanmu yang tidak wajar dan tidak dapat diterima oleh
akal dan fikiran yang sehat. Sesungguhnya kamu adalah
orang-orang yang bodoh dan tidak berfikiran sehat”.
Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran
kata-kata Nabi Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan
dialog dengan beliau, maka berkatalah mereka: “Wahai Nabi Nuh! Kami tetap tidak
akan mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan
adat-istiadat kami sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi
dakwah dan ajakanmu dan bertegang lidah dengan kami. Kami ingin melihat
kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih belum mempercayaimu
dan tetap meragukan dakwahmu.”
2.
Nabi Nuh Berputus Asa Dari Kaumnya
Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun berdakwah
menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala
dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa memimpin
mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang,
mengajar mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah
kepadanya, mangangkat derajat manusia yang tertindas dan lemah ke tingkat yang sesuai dengan
fitrah dan qudratnya dan berusaha menghilangkan sifat-sifat sombong dan bongkak
yang melekat pada para pembesar kaumnya dan medidik agar mereka berkasih sayang,
tolong-menolong diantara sesama manusia.
Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil
menyedarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya beriman,
bertauhid dan beribadat kepada Allah kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak
mencapai seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan segala
daya-usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan
menghadapi penghinaan, ejekan dan cercaan makian kaumnya, karena ia
mengharapkan akan datang masanya di mana kaumnya akan sadar diri dan datang mengakui kebenarannya dan kebenaran dakwahnya.
Dan lenyaplah sisa harapan
Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah kesabarannya. Ia memohon kepada Allah agar
menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu seraya berseru: “Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan
seorang pun daripada orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mareka akan
berusaha menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan
mereka tidak akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat
maksiat dan anak-anak yang kafir seperti mereka.
Doa Nabi Nuh dikalbulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak
perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan
menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.
3.
Nabi Nuh Membuat Kapal
Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi
Nuh mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan,
kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan
keramaiannya mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam
menyelesaikan pembinaan kapal yang diperintahkan itu.
Walaupun Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang
tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembinaan kapalnya namun ia tidak luput dari
ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui tempat kerja membina kapal
itu. Mereka mengejek dan mengolok-olok dengan mengatakan: “Wahai Nuh! Sejak bila engkau telah menjadi tukang
kayu dan pembuat kapal? Bukankah engkau seorang nabi dan rasul menurut
pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang tukang kayu dan pembuat kapal. Dan
kapal yang engkau buat itu di tempat yang jauh dari air ini adalah maksudmu
untuk ditarik oleh kerbau ataukah mengharapkan angin yang akan menarik kapalmu
ke laut?”
Dan lain-lain kata ejekan yang diterima oleh Nabi Nuh dengan sikap dingin
dan tersenyum seraya menjawab: “Baiklah tunggu saja saatnya nanti, jika kamu
sekarang mengejek dan mengolok-olok kami maka akan tibalah masanya kelak bagi
kami untuk mengejek kamu dan akan kamu ketahui kelak untuk apa kapal yang kami
siapkan ini. Tunggulah saatnya azab dan hukuman Allah menimpa atas diri kamu.”
Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan
laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah: “Siap-siaplah engkau
dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku maka
segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua
pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan
izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan
dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota
dan desa menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai
puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat
itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan
pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah.
Dengan iringan “Bismillah majraha wa
mursaha” belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri
lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas
dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan
gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang
sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan
melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas
permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama
“Kan'an” timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh
belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Nabi
Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat
suaranya memanggil putranya: “Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan
dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar
engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani hukuman
Allah.”
Kan'aan, putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan
syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan
keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang
menentang: “Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi
berlindung di atas geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri
dengan berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini.”
Nuh menjawab: “Percayalah bahwa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau ialah
bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak akan ada yang dapat melepaskan
diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali orang-orang yang
memperolehi rahmat dan keampunan-Nya.” Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'aan disambar
gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya,
tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan
pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum
Nuh yang kafir dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan
air diserap bumi kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit “Judie” dengan iringan perintah Allah kepada Nabi
Nuh: “Turunlah wahai Nuh ke darat engkau dan para mukmin yang menyertaimu
dengan selamat dilimpahi barakah dan inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat
yang menyertaimu.”
4.
Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Quran
Al-Quran menceritakan kisah Nabi Nuh dalam 43 ayat dari 28 surah di
antaranya surah Nuh dari ayat 1 sehinga 28, juga dalam surah "Hud"
ayat 27 sehingga 48 yang mengisahkan dialog Nabi Nuh dengan kaumnya dan
perintah pembuatan kapal serta keadaan banjir yang menimpa di atas mereka.
5.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Nuh A.S.
Bahwasanya hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan
kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih
berkesan daripada hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau kelahiran. Kan'aan yang
walaupun ia adalah anak kandung Nabi Nuh, oleh Allah s.w.t. dikeluarkan dari
bilangan keluarga ayahnya karena ia menganut kepercayaan dan agama berlainan
dengan apa yang dianut dan didakwahkan oleh ayahnya sendiri, bahkan ia berada
di pihak yang memusuhi dan menentangnya.
Maka dalam pengertian inilah dapat difahami firman Allah dalam Al-Quran
yang bermaksud: “Sesungguhnya para mukmin itu adalah bersaudara.” Demikian pula hadis
Rasulullah s.a.w.yang bermaksud: “Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali jika
ia menyintai saudaranya yang beriman sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri.”
Juga peribahasa yang berbunyi: “Adakalanya engkau memperoleh seorang saudara yang tidak dilahirkan oleh
ibumu.”
6.
Doa Nuh kepada Keturunannya
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nuh mendoakan ketiga putranya. Nuh
mendoakan keturunan Sam menjadi nabi-nabi dan rasul. Nuh mendoakan
keturunan Yafith untuk menjadi raja-raja, sedangkan dari keturunan Ham dia
doakan agar menjadi abdi dari keturunan Yafith dan Sam. Ketika Nuh
menginjak usia lanjut, ia mendoakan agar keturunan Gomer dan Kush menjadi
raja-raja, karena mereka berdua ini melayani kakeknya disaat usianya lanjut. Ibnu
Abbas menceritakan bahwa keturunan Sam menurunkan bangsa kulit putih, Yafith
menurunkan bangsa berkulit merah dan coklat, Sedangkan ham menurunkan bagsa
Kulit hitam dan sebagian kecil berkulit putih.
7.
Bahtera Nabi Nuh as
Puluhan tahun Nuh
berdakwah, tetapi umatnya tidak mau mengikuti ajarannya dan tetap menyembah
berhala. Bahkan mereka sering kali menganiaya Nuh dan pengikutnya. Untuk
itu Nuh meminta Allah supaya menurunkan azab bagi mereka. Kemudian dalam
kisah tersebut dikatakan bahwa Allah mengabulkan permintaan Nuh. Agar
umat Nuh yang beriman terhindar dari azab tersebut, Allah memerintahkan Nuh
untuk membuat bahtera. Bersama para pengikutnya, Nuh mengumpulkan paku
dan menebang kayu besar dari pohon yang ia tanam selama 40 tahun. Melalui
wahyu-Nya, Allah membimbing Nuh membuat bahtera yang kuat untuk
menghadapi serangan topan dan banjir. Bahtera Nuh dianggap merupakan
alat angkutan laut pertama di dunia.
Menurut Al Qur'an,
bahtera Nuh telah mendarat di Bukit Judi dan banyak perbedaan pendapat
mengenai Bukit Judi tersebut, baik dari para ulama maupun temuan arkeolog. Ada
pendapat yang menunjukkan suatu gunung di wilayah Kurdi atau tepatnya di bagian
selatan Armenia, ada pendapat lain dari Wyatt Archeological Research, bukit
tersebut terletak di wilayah Turkistan Iklim Butan, Timur laut pulau yang oleh
orang-orang Arab disebut sebagai Jazirah Ibnu Umar (Tafsir al-Mishbah).
Berdasarkan foto yang
dihasilkan dari gunung Ararat, menunjukkan sebuah perahu yang sangat besar
diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang 500 kaki, lebar 83 kaki
dan tinggi 50 kaki dan masih ada tiga tingkat lagi di atasnya.
Ä
Tingkat pertama
diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan
Ä
Tingkat kedua
ditempatkan manusia
Ä
Tingkat ketiga
burung-burung
C. Pendidikan Akhlak yang Bisa diambil dari Kehidupan Nabi Nuh as.
1.
Nabi Nuh memiliki sifat-sifat yang patut kita miliki, yaitu fasih dan tegas dalam
kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam melaksanakan tugas risalahnya kepada
kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.
2.
Nabi Nuh tetap sabar disaat kaumnya yang kufur
mengejek serta menghina beliau saat membuat kapal di atas bukit.
3. Kita harus menjauhkan diri dari sifat yang sombong, angkuh dan tidak mau
menerima kebenaran seperti pemuka-pemuka masyarakat pada masa nabi Nuh As.
4. Kita tidak boleh memiliki sikap seperti kaum Nabi Nuh yang kufur, yang
tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Nuh As dan yang tidak mau
mentauhidkan Allah.
5. Nabi Nuh memiliki pendirian yang teguh pada ajaran yang dibawanya,
seperti saat Nabi Nuh menolak dengan tegas syarat dari pemuka-pemuka bahwa
mereka akan beriman asalkan Nabi Nuh mengusir umatnya yang telah beriman yaitu,
orang-orang miskin dan hamba sahaya, karena mereka tidak mau disamaratakan.
6. Nabi Nuh tetap berdakwah, walaupun pengikutnya sedikit, tidak sampai
seratus orang.
7. Anak Nabi Nuh “ka’an” tetap bersikeras hati tidak mau mengikuti ajaran
yang di bawa ayahnya walaupun nyawanya telah terancam sekalipun.
8. Nabi Nuh pernah mendapat teguran dari Allah SWT yaitu cinta kasih sayangnya
kepada anaknya disaat ia memanggil anaknya pada saat mau tenggelam, hal itu telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang
kafir termasuk putranya sendiri
9. Hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan
atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan daripada hubungan yang terjalin
karena ikatan darah atau kelahiran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nabi Nuh memiliki sifat-sifat yang patut kita miliki, yaitu fasih dan tegas dalam
kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam melaksanakan tugas risalahnya kepada
kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan. Nabi Nuh tetap berdakwah, walaupun pengikutnya
sedikit, tidak sampai seratus orang. Keimanan tidak diturunkan dari orangtua yang sholeh, tetapi itu merupakan
sesuatu yang berasal dari diri sendiri, seperti putra Nabi NUh yang tidak mau
mengikuti ajaran yang dibawa oleh ayahnya sendiri. Hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan
atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan daripada hubungan yang terjalin
karena ikatan darah atau kelahiran.
B. Saran
Dalam kisah nabi Nuh As ini banyak sekali pendidikan akhlak yang kita
peroleh, seperti Kita harus menjauhkan diri dari sifat yang sombong, angkuh dan
tidak mau menerima kebenaran seperti pemuka-pemuka masyarakat pada masa nabi
Nuh As. Kita tidak boleh memiliki sikap seperti kaum Nabi Nuh yang kufur, yang
tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Nuh As dan yang tidak mau
mentauhidkan Allah. Dan masih banyak yang lainnya. Semoga kita dapat belajar
dari kisah Nabi Nuh ini. Semoga Kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang
bertaqwa.
[2] Departemen Agama RI. Al-Qur’an
dan Terjemahannya Special for Women.
[3] Amril M.2007. Akhlak Tasawuf.
Pekanbaru: Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P, hal. 3.
[4] Nurasmawi.2011.Aqidah Akhlak.
Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau, hal. 38.
DAFTAR
PUSTAKA
Amril M.2007. Akhlak Tasawuf.
Pekanbaru: Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P
Anwar, roshihon. 2008. Akidah
akhlak. Bandung: Pustaka setia Bandung.
Nurasmawi.2011.Aqidah Akhlak.
Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar