BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Akhlak
Dalam pengertian pendidikan akhlak ini dijelaskan terlebih dahulu mengenai
pengertian pendidikan dan pengertian akhlak.
a. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, pengertian pendidikan yang diberikan oleh ahli. John
Dewey, seperti yang dikutip oleh M. Arifin menyatakan bahwa pendidikan adalah
sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik
menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional)
menuju ke arah tabiat manusia dan manusia biasa.[1]
Dalam Islam, pada mulanya pendidikan disebut dengan kata “ta’dib”.
Kata “ta’dib” mengacu kepada pengertian yang lebih tinggi dan mencakup
seluruh unsur-unsur pengetahuan (‘ilm), pengajaran (ta’lim) dan
pengasuhan yang baik (tarbiyah). Akhirnya, dalam perkembangan kata-kata “ta’dib”
sebagai istilah pendidikan hilang dari peredarannya, sehingga para ahli didik
Islam bertemu dengan istilah at tarbiyah atau tarbiyah, sehingga
sering disebut tarbiyah. Sebenarnya kata ini asal katanya adalah dari “Rabba-Yurobbi-Tarbiyatan”
yang artinya tumbuh dan berkembang.
Firman Allah SWT:
وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَياَّنِيْ
صَغِيْرًا.
Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
mendidik aku waktu kecil”.[2]
(QS. 17/Al-Isra : 24)
Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa al-Tarbiyah
adalah proses pengasuhan pada fese permulaan pertumbuhan manusia, karena anak
sejak dilahirkan di dunia dalam keadaan tidak tahu apa-apa, tetapi ia sudah
dibekali Allah SWT berupa potensi dasar (fitrah) yang perlu
dikembangkan.
b. Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang
merupakan plural dari khuluq yang secara harfiah dapat diartikan dengan
budi pekerti, tingkah laku, perangai, atau tabiat. Terma akhlaq dalam
bahasa Arab didefenisikan sebagai keadaan jiwa yang menentukan tindakan
seseorang.[3]
c.
Pengertian Pendidikan Akhlak
Adapun pengertian pendidikan akhlak yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain adalah:[4]
1.
Pendidikan Akhlak adalah ilmu yang menetukan batas antara baik dan buruk,
antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia
lahir dan batin.
2.
Pendidikan Akhlak adalah ilmu yang memberikan pengertian tentang baik dan
buruk, yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatukan tujuan mereka yang
terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
3.
Pendidikan Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia dalam perbuatan
mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuatnya.
B. Sejarah
Ringkas Nabi Nuh as.
Nuh (Arab: نوح)
(sekitar 3993-3043 SM) adalah seorang rasul yang diceritakan dalam Taurat,
Alkitab, dan Al-Quran. Nuh diangkat menjadi nabi sekitar tahun 3650 SM.
Diperkirakan ia tinggal di wilayah Selatan Irak modern. Namanya disebutkan
sebanyak 58 kali dalam 48 ayat dalam 9 buku Alkitab Terjemahan Baru dan 43 kali
dalam Al-Quran. Nuh mendapat gelar dari Allah dengan sebutan Nabi
Allah dan Abdussyakur yang artinya “hamba (Allah) yang
banyak bersyukur”.
Nabi Nuh adalah nabi ketiga sesudah Adam, dan Idris. Ia merupakan keturunan
kesembilan dari Adam. Ayahnya adalah Lamik (Lamaka) bin Metusyalih Mutawasylah
(Matu Salij) bin Idris bin Yarid bin Mahlail bin Qainan bin Anusyi bin Syits
bin Adam. Antara Adam dan Nuh ada rentang 10 generasi dan selama periode
kurang lebih 1642 tahun.
Nuh hidup selama 950
tahun. Ia mempunyai istri bernama Wafilah, sedangkan beberapa sumber
mengatakan istri Nuh adalah Namaha binti Tzila atau Amzurah
binti Barakil dan memiliki empat orang putra, yaitu Kanʻān, Yafith, Syam
dan Ham.
Dari Ibnu Katsir bahwa Nuh
diutus untuk kaum Bani Rasib. Ibnu Abbas menceritakan Bahwa nabi Nuh diutus
pada kaumnya ketika berumur 480 tahun. Masa kenabiannya adalah 120 tahun dan
berdakwah selama 5 abad. Dia mengarungi banjir ketika ia berumur 600 tahun, dan
kemudian setelah banjir ia hidup selama 350 tahun.
1.
Dakwah Nabi Nuh As kepada Kaumnya
Nabi Nuh datang ketika kaumnya sedang menyembah
berhala ialah patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri
disembahnya sebagai tuhan-tuhan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta
menolak segala kesengsaraan dan kemalangan. Nabi Nuh yang
dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh seorang nabi,
fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam melaksanakan
tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dengan
cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani mereka dan kadang kala dengan
kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila menghadapi pembesar-pembesar
kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima hujjah dan dalil-dalil yang
dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka membantahnya atau
mematahkannya.
Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tanaganya berdakwah kepada kaumnya dengan
segala kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dan dalam setiap kesempatan, siang
maupun malam dengan cara berbisik-bisik atau cara terang dan terbuka ternyata hanya sedikit
sekali dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang
menurut sementara riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang Mereka pun
terdiri dari orang-orang yang miskin berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang
yang kaya-raya, berkedudukan tingi dan terpandang dalam masyarakat, yang
merupakan pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak
mempercayai Nabi Nuh mengingkari dakwahnya dan sesekali tidak merelakan melepas
agamanya dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka
berusaha dengan mengadakan persekongkolan hendak melumpuhkan dan menggagalkan
usaha dakwah Nabi Nuh As.
Kaum Nuh mengemukakan syarat dengan berkata: “Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu
dan memberi sokongan dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau
bawa, maka jauhkanlah para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani,
buruh dan hamba-hamba sahaya itu. Usirlah mereka dari pengaulanmu karena kami
tidak dapat bergaul dengan mereka
duduk berdampingan dengan mereka mengikut cara hidup mereka dan bergabung
dengan mereka dalam suatu agama dan kepercayaan. Dan bagaimana kami dapat menerima satu agama
yang menyamaratakan para bangsawan dengan orang awam, penguasa dan pembesar
dengan buruh-buruhnya dan orang kaya yang berkedudukan dengan orang yang miskin.”
Nabi Nuh menolak persyaratan kaumnya dan berkata: “Risalah dan agama yang
aku bawa adalah untuk semua orang tiada pengecualian, yang pandai maupun yang
bodoh, yang kaya maupun miskin, majikan ataupun buruh ,diantara peguasa dan
rakyat biasa semuanya mempunyai kedudukan dan tempat yang sama terhadap agama dan hukum
Allah. Bagaimanakah aku dapat
mempertanggungjawabkan tindakan pengusiranku kepada mereka terhadap Allah bila
mereka mengadu bahwa aku telah membalas kesetiaan dan ketaatan mereka dengan
sebaliknya semata-mata untuk memenuhi permintaanmu dan tunduk kepada
pensyaratanmu yang tidak wajar dan tidak dapat diterima oleh akal dan fikiran
yang sehat. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang bodoh dan tidak
berfikiran sehat”.
Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran
kata-kata Nabi Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan
dialog dengan beliau, maka berkatalah mereka: “Wahai Nabi Nuh! Kami tetap tidak
akan mengikutimu dan tidak akan sesekali melepaskan kepercayaan dan
adat-istiadat kami sehingga tidak ada gunanya lagi engkau mengulang-ulangi
dakwah dan ajakanmu dan bertegang lidah dengan kami. Kami ingin melihat
kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam kenyataan. Karena kami masih belum mempercayaimu
dan tetap meragukan dakwahmu.”
2.
Nabi Nuh Berputus Asa Dari Kaumnya
Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun berdakwah
menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala
dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha Kuasa memimpin
mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang,
mengajar mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah
kepadanya, mangangkat derajat manusia yang tertindas dan lemah ke tingkat yang sesuai dengan
fitrah dan qudratnya dan berusaha menghilangkan sifat-sifat sombong dan bongkak
yang melekat pada para pembesar kaumnya
dan medidik agar mereka berkasih sayang, tolong-menolong diantara sesama
manusia.
Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil
menyedarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya beriman,
bertauhid dan beribadat kepada Allah kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak
mencapai seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya dengan segala
daya-usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan kesulitan
menghadapi penghinaan, ejekan dan cercaan makian kaumnya, karena ia
mengharapkan akan datang masanya di mana kaumnya akan sadar diri dan datang mengakui kebenarannya
dan kebenaran dakwahnya.
Dan lenyaplah sisa harapan
Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah kesabarannya. Ia memohon kepada Allah agar
menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu seraya berseru: “Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan
seorang pun daripada orang-orang kafir itu
hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mareka akan berusaha menyesatkan
hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan mereka tidak akan
melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat maksiat dan anak-anak
yang kafir seperti mereka.
Doa Nabi Nuh dikalbulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak
perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan
menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.
3.
Nabi Nuh Membuat Kapal
Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi
Nuh mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan,
kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan
keramaiannya mereka dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam
menyelesaikan pembinaan kapal yang diperintahkan itu.
Walaupun Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang
tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembinaan kapalnya namun ia tidak luput dari
ejekan dan cemoohan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui tempat kerja membina kapal
itu. Mereka mengejek dan mengolok-olok dengan mengatakan: “Wahai Nuh! Sejak bila engkau
telah menjadi tukang kayu dan pembuat kapal? Bukankah engkau seorang nabi dan
rasul menurut pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang tukang kayu dan
pembuat kapal. Dan kapal yang engkau buat itu di tempat yang jauh dari air ini
adalah maksudmu untuk ditarik oleh kerbau ataukah mengharapkan angin yang akan
menarik kapalmu ke laut?”
Dan lain-lain kata ejekan yang diterima oleh Nabi Nuh dengan sikap dingin
dan tersenyum seraya menjawab: “Baiklah tunggu saja saatnya nanti, jika kamu
sekarang mengejek dan mengolok-olok kami maka akan tibalah masanya kelak bagi
kami untuk mengejek kamu dan akan kamu ketahui kelak untuk apa kapal yang kami
siapkan ini. Tunggulah saatnya azab dan hukuman Allah menimpa atas diri kamu.”
Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan
laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah: “Siap-siaplah engkau
dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku maka
segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua
pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan
izin-Ku."
Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan
dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota
dan desa menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai
puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat
itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan
pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah.
Dengan iringan “Bismillah majraha wa
mursaha” belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang
angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan
kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang
menggunung berusaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang sudah sedia
menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan
melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas
permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama
“Kan'an” timbul tenggelam dipermainkan oleh gelombang yang tidak menaruh
belas kasihan kepada orang-orang yang sedang menerima hukuman Allah itu. Nabi
Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat
suaranya memanggil putranya: “Wahai anakku! Datanglah kemari dan gabungkan
dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada Allah agar
engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani hukuman
Allah.”
Kan'aan, putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan
syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan
keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang
menentang: “Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi
berlindung di atas geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri
dengan berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini.”
Nuh menjawab: “Percayalah bahwa tempat satu-satunya yang dapat
menyelamatkan engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak
akan ada yang dapat melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan
ini kecuali orang-orang yang memperolehi rahmat dan keampunan-Nya.” Setelah Nabi Nuh
mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan'aan disambar gelombang yang ganas dan
lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya, tergelincirlah ke bawah lautan air
mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum
Nuh yang kafir dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah lautan
air diserap bumi kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit “Judie” dengan iringan perintah Allah kepada Nabi
Nuh: “Turunlah wahai Nuh ke darat engkau dan para mukmin yang menyertaimu
dengan selamat dilimpahi barakah dan inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat
yang menyertaimu.”
4.
Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Quran
Al-Quran menceritakan kisah Nabi Nuh dalam 43 ayat dari 28 surah di
antaranya surah Nuh dari ayat 1 sehinga 28, juga dalam surah "Hud"
ayat 27 sehingga 48 yang mengisahkan dialog Nabi Nuh dengan kaumnya dan
perintah pembuatan kapal serta keadaan banjir yang menimpa di atas mereka.
5.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Nuh A.S.
Bahwasanya hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan
kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih
berkesan daripada hubungan yang terjalin
karena ikatan darah atau kelahiran. Kan'aan yang walaupun ia adalah anak
kandung Nabi Nuh, oleh Allah s.w.t. dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya
karena ia menganut kepercayaan dan agama berlainan dengan apa yang dianut dan
didakwahkan oleh ayahnya sendiri, bahkan ia berada di pihak yang memusuhi dan
menentangnya.
Maka dalam pengertian inilah dapat difahami firman Allah dalam Al-Quran
yang bermaksud: “Sesungguhnya para mukmin itu adalah bersaudara.” Demikian pula hadis
Rasulullah s.a.w.yang bermaksud: “Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali jika
ia menyintai saudaranya yang beriman sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri.”
Juga peribahasa yang berbunyi: “Adakalanya engkau memperoleh seorang saudara yang
tidak dilahirkan oleh ibumu.”
6. Doa Nuh kepada Keturunannya
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nuh mendoakan ketiga putranya. Nuh
mendoakan keturunan Sam menjadi nabi-nabi dan rasul. Nuh mendoakan
keturunan Yafith untuk menjadi raja-raja, sedangkan dari keturunan Ham dia
doakan agar menjadi abdi dari keturunan Yafith dan Sam. Ketika Nuh
menginjak usia lanjut, ia mendoakan agar keturunan Gomer dan Kush menjadi
raja-raja, karena mereka berdua ini melayani kakeknya disaat usianya lanjut. Ibnu
Abbas menceritakan bahwa keturunan Sam menurunkan bangsa kulit putih, Yafith
menurunkan bangsa berkulit merah dan coklat, Sedangkan ham menurunkan bagsa
Kulit hitam dan sebagian kecil berkulit putih.
7.
Bahtera Nabi Nuh as
Puluhan tahun Nuh
berdakwah, tetapi umatnya tidak mau mengikuti ajarannya dan tetap menyembah
berhala. Bahkan mereka sering kali menganiaya Nuh dan pengikutnya. Untuk
itu Nuh meminta Allah supaya menurunkan azab bagi mereka. Kemudian dalam
kisah tersebut dikatakan bahwa Allah mengabulkan permintaan Nuh. Agar
umat Nuh yang beriman terhindar dari azab tersebut, Allah memerintahkan Nuh
untuk membuat bahtera. Bersama para pengikutnya, Nuh mengumpulkan paku
dan menebang kayu besar dari pohon yang ia tanam selama 40 tahun. Melalui
wahyu-Nya, Allah membimbing Nuh membuat bahtera yang kuat untuk
menghadapi serangan topan dan banjir. Bahtera Nuh dianggap merupakan
alat angkutan laut pertama di dunia.
Menurut Al Qur'an,
bahtera Nuh telah mendarat di Bukit Judi dan banyak perbedaan pendapat
mengenai Bukit Judi tersebut, baik dari para ulama maupun temuan arkeolog. Ada
pendapat yang menunjukkan suatu gunung di wilayah Kurdi atau tepatnya di bagian
selatan Armenia, ada pendapat lain dari Wyatt Archeological Research, bukit
tersebut terletak di wilayah Turkistan Iklim Butan, Timur laut pulau yang oleh
orang-orang Arab disebut sebagai Jazirah Ibnu Umar (Tafsir al-Mishbah).
Berdasarkan foto yang
dihasilkan dari gunung Ararat, menunjukkan sebuah perahu yang sangat besar
diperkirakan memiliki luas 7.546 kaki dengan panjang 500 kaki, lebar 83 kaki
dan tinggi 50 kaki dan masih ada tiga tingkat lagi di atasnya.
Ä Tingkat pertama
diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan
Ä Tingkat kedua
ditempatkan manusia
Ä Tingkat ketiga
burung-burung
C. Pendidikan Akhlak
yang Bisa diambil dari Kehidupan Nabi Nuh as.
1.
Nabi Nuh memiliki sifat-sifat yang patut kita miliki, yaitu fasih dan tegas dalam
kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam melaksanakan tugas risalahnya kepada
kaumnya dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan.
2.
Nabi Nuh tetap sabar disaat kaumnya yang kufur mengejek serta menghina
beliau saat membuat kapal di atas bukit.
3. Kita harus menjauhkan diri dari sifat yang
sombong, angkuh dan tidak mau menerima kebenaran seperti pemuka-pemuka
masyarakat pada masa nabi Nuh As.
4. Kita tidak boleh memiliki sikap seperti
kaum Nabi Nuh yang kufur, yang tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi
Nuh As dan yang tidak mau mentauhidkan Allah.
5. Nabi Nuh memiliki pendirian yang teguh pada
ajaran yang dibawanya, seperti saat Nabi Nuh menolak dengan tegas syarat dari
pemuka-pemuka bahwa mereka akan beriman asalkan Nabi Nuh mengusir umatnya yang
telah beriman yaitu, orang-orang miskin dan hamba sahaya, karena mereka tidak
mau disamaratakan.
6. Nabi Nuh tetap berdakwah, walaupun
pengikutnya sedikit, tidak sampai seratus orang.
7. Anak Nabi Nuh “ka’an” tetap bersikeras hati
tidak mau mengikuti ajaran yang di bawa ayahnya walaupun nyawanya telah
terancam sekalipun.
8. Nabi Nuh pernah mendapat teguran dari Allah
SWT yaitu cinta kasih sayangnya
kepada anaknya disaat ia memanggil anaknya pada saat mau tenggelam, hal itu telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang
kafir termasuk putranya sendiri
9. Hubungan antara manusia
yang terjalin karena ikatan persamaan kepercayaan atau penamaan aqidah dan
pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan daripada hubungan yang terjalin
karena ikatan darah atau kelahiran.
[3] Amril M.2007. Akhlak
Tasawuf. Pekanbaru: Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P, hal. 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar