BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa ini,
pengetahuan kita mengenai kebudayaan Indonesia sangatlah kurang. Anak muda
zaman sekarang lebih mengetahui moderanisasi ketimbang tradisional. Pengaruh
kebudayaan luar menyebabkan kurangnya pengetahuan kita mengenai proses
kebudayaan yang ada di Indonesia. Masing-masing individu lebih mementingkan
kepentingannya sendiri, tanpa ada rasa peduli terhadap sesamanya.
Sebuah bangsa
terdiri dari beragam masyarakat. Karena perbedaan ini pula, tidak jarang
terjadi konflik yang memicu perpecahan antar masyarakat dalam bangsa pada suatu
negara. Perpecahan dalam suatu bangsa ini dapat diselesaikan dengan integrasi
nasional. Tetapi dalam kenyataannya, masyarakat Indonesia saat ini masih belum
bisa menerapkan Integrasi Nasional dalam menghadapi masalah-masalah bangsa yang
memicu perpecahan.
Sifat dasar
bangsa Indonesia yang amat menonjol adalah sifat sifat kekeluargaan,
musyawarah, percaya dan taat beribadah kepada tuhan, sifat ramah tamah, gotong
royong, suka menolong, dan toleransi adalah sifat yang harus kita miliki.[1]
Oleh sebab itu,
penulis membuat makalah yang berjudul “Integrasi Nasional dan Toleransi”.
Hal ini dimaksudkan agar kita lebih bisa memahami tentang pentingnya integrasi
nasional dan toleransi dalam mengatasi masalah yang memicu perpecahan.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Integrasi
Nasional dan Toleransi”.
Untuk
memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah
ini masalahnya dibatasi pada :
- Apakah definisi dari integrasi nasional?
- Faktor apa saja yang dapat mengancam integrasi?
- Upaya apa yang dilakukan untuk membangun integrasi?
- Apakah defenisi dari toleransi?
C.
Tujuan Penulisan
Pada dasarnya
tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan
khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk melaksanakan
tugas dari Dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).
Adapun Tujuan
khusus penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa
defenisi dari Integrasi nasional.
2. Mengetahui
faktor apa saja yang dapat mengancam integrasi.
3. Mengetahui
upaya apa yang dilakukan untuk membangun integrasi.
4. Mengetahui
defenisi dari toleransi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Integrasi Nasional
Integrasi
nasional adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan-perbedaan yang
ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara
nasional.[2]
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata yaitu integrasi dan
nasional. Istilah integrasi mempunyai arti pembauran/penyatuan sehingga menjadi
kesatuan yang utuh/bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan,
bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa seperti cita-cita nasional,
tarian nasional, perusahaan nasional (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam
Suhady 2006: 36).
Berikut
ini beberapa pengertian tentang integrasi Menurut Claude Ake (dalam Nazaruddin
Syamsuddin, Integrasi dan Ketehanan Nasional di Indonesia (Lemhanas, Jakarta
1994, hal3), integrasi nasional pada dasarnya mencakup dua masalah pokok, yaitu[3]:
1.
Bagaimana membuat rakyat
tunduk dan patuh kepada tuntutan-tuntutan negara, yang mencakup perkara
pengakuan rakyat terhadap hak-hak yang dimiliki negara.
2.
Bagaimana meningkatkan
konsensus normatif yang mengatur prilaku politik setiap anggota masyarakat,
konsensus ini tumbuh dan berkembang diatas nilai-nilai dasar yang dimiliki
bangsa secara keseluruhan.
Nazaruddin berpendapat istilah integrasi
nasional merujuk kepada seluruh unsur dalam
rangka melaksanakan kehidupan bangsa, meliputi sosial, budaya
ekonomi, maka pada intinya integrasi nasional lebih menekankan persatuan
persepsi dan prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.[4]
Sedangkan
menurut pakar sosiologi, Manrice Duverger dalam bukunya, mengatakan sebagai
berikut,“Integrasi didefinisikan sebagai “dibangunnya interdependensi yang
lebih rapat antara bagian-bagian antara organisme hidup atau antara
nggota-anggota dalam masarakat” sehingga integrasi adalah proses mempersatukan
masyarakat,yang cenderung membuatnya menjadi suatu kata yang harmonis yang
didasarkan pada tatanan yang oleh angota-anggotanya dianggap sama harminisnya.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang lain juga dijelaskan tentang integrasi
nasional mempunyai dua macam arti, yaitu:[5]
1. Secara politis, integrasi nasionl adalah proses penyatuan
berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam satuan wilayah nasional yang
membentuk suatu identitas nasional.
2. Secara antropologis, integrasi nasional adalah proses
penyesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda, sehingga mencapai
suatu keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Di Indonesia istilah integrasi masih sering disamakan dengan istilah
pembauran atau asimilasi, padahal kedua istilah tersebut memiliki perbedaan.
Integrasi diartikan dengan integrasi kebudayaan, integrasi social, dan
pluralisme social. Sementara pembauran dapat berarti penyesuaian antar dua atau
lebih kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan (culutural traits) mereka
yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem
kebudayaan yang selaras (harmonis).
Dengan demikian Integrasi nasional dapat diartikan penyatuan
bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang
lebih utuh, atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya
menjadi suatu bangsa (ICCE,2007). Masalah integrasi nasional di Indonesia
sangat kompleks dan multidimensional. Untuk mewujudkan deperlukan
keadilan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membedakan ras,
suku, agama, bahasa, gender, dan sebagainya. Sebenarnya upaya membangun
keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya membangun
dan membina stabilitas politik disamping upaya lain seperti banyaknya
keterlibatan pemerintah dalam menentukan komposisi dan mekanisme parlemen.
Dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu
dilakukan terus agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya
pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu, karena pada hakikatnya
integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan
persatuan bangsa yang diinginkan (Mahfud, 1993). Pada akhirnya persatuan dan
kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur
aman dan tenteram. Jika melihat konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan
Barat, dan Papua merupakan cermin dari belum terwujudnya integrasi nasional
yang diharapkan selama ini.
Jika pada masa Orde Baru, ancaman terbesar bagi integrasi nasional
cenderung datang dari akumulasi kekecewaan daerah terhadap pusat, atau konflik
yang bersifat vertical, maka dewasa ini, kekerasan dan konflik horizontal
menjelma menjadi ancaman serius bagi integrasi nasiona. Kuatnya tradisi
dominasi kekuatan politik otoriter selama 32 tahun sebagai pemaksa utama
integrasi nasional menimbulkan kekhawatiran besar atas kemampuan bangsa ini
untuk secara demokratis mengelola perbedaan dan mengatasi konflik internal.
Untuk keluar dari berbagai komplikasi permasalahan mengenai konflik dan
integrasi nasional, perlu deteliti sisi lain dari konflik menurut Dahrendorf,
yaitu bahwa konflik juga dilihat sebagai mekanisme alamiah dalam konteks rekonstruksi
social untuk mencari keseimbangan baru dalam masyarakat. Karenanya, jika
mengacu kepada sisi tersebut, analisis terhadap, konflik kekerasaan yang kini
terjadi dapat diarahkan untuk mengidentifikasi unsur-unsur disintegrasi, serta
kemudian menghilangkan unsure-unsur tersebut guna mencapai keseimbangan baru
baru. Unsur-unsur disintegratif yang paling menonjol dewasa ini seperti yang
telah diurai diatas adalah menonjolnya sifat ekstrimitas, deficit kepercayaan
social dan ambruknya nilai-nilai kemanusiaan.
Unsur-unsur disintegratif tersebut hanaya dapat dihilangkan
dengan cara melakukan proses transformasi konflik, yaitu menyalurkan energy
negatif kepada saluran-saluran alternatif yang akan mengelola konflik
tersebut. Karenanya, untuk mengatasi komplikasi antara konflik kekerasan,
politik identitas dan konsolidasi demokrasi, diperlukan komitmen politik dari
para elit politik untuk memulai suatu projek jangka panjang, merumuskan suatu
cetak biru mengenai strategi dan taktik proses nation building untuk membangun
kultur baru bangsa yang mengapresiasi perbedaan sebagai modal social dan
mencetak generasi yang terinspirasi oleh kata-kata bijak dai Voltaire
(1694-1778): I datest what you say but will defend to the death your right
to say it.[6]
B.
Faktor Pendorong
Integrasi Nasional
Adapun faktor-faktor pendorong
integrasi nasional sebagai berikut:[7]
a)
Faktor sejarah yang menimbulkan rasa
senasib dan seperjuangan.
b)
Keinginan untuk bersatu di kalangan
bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928.
c)
Rasa cinta tanah air di kalangan bangsa
Indonesia, sebagaimana dibuktikan
perjuangan merebut, menegakkan, dan mengisi kemerdekaan.
d)
Rasa rela berkorban untuk kepentingan
bangsa dan Negara, sebagaimana dibuktikan oleh banyak pahlawan bangsa yang
gugur di medan perjuangan.
e)
Kesepakatan atau konsensus nasional
dalam perwujudan Proklamasi Kemerdekaan, Pancasila dan UUD 1945, bendera Merah
Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya, bahasa kesatuan bahasa Indonesia.
f)
Adanya simbol kenegaraan dalam bentuk
Garuda Pancasila, dengan
semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
g)
Pengembangan budaya gotong royong yang
merupakan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia secara turun temurun.
C.
Faktor
Penghambat Integrasi Nasional
Adapun faktor
penghambat Integrasi nasional adalah:[8]
a.
Masyarakat Indonesia yang heterogen
(beraneka ragam) dalam faktor-faktor kesukubangsaan dengan masing-masing
kebudayaan daerahnya, bahasa daerah, agama yang dianut, ras dan sebagainya.
b.
Wilayah negara yang begitu luas,
terdiri atas ribuan kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas.
c.
Besarnya kemungkinan ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan yang merongrong keutuhan, kesatuan dan
persatuan bangsa, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
d.
Masih besarnya ketimpangan dan
ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan menimbulkan berbagai
rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk
rasa.
e.
Adanya paham “etnosentrisme” di antara
beberapa suku bangsa yang menonjolkan kelebihan-kelebihan budayanya dan
menganggap rendah budaya suku bangsa lain.
f.
Lemahnya nilai-nilai budaya bangsa
akibat kuatnya pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa, baik melewati kontak langsung maupun kontak tidak langsung.
g.
Kontak langsung, antara lain melalui
unsur-unsur pariwisata, sedangkan kontak tidak langsung, antara lain melalui
media cetak (majalah, tabloid), atau media elektronik (televisi, radio, film,
internet, telepon seluler yang mempunyai fitur atau fasilitas lengkap).
D.
Upaya yang
Dilakukan untuk Membangun Integrasi
Menurut
Liddle, suatu integrasi nasional yang tangguh hanya dapat berkembang apabila:[9]
1.
Sebagian besar anggota Masyarakat
bangsa bersepakat tentang batas-batas territorial dari negara sebagai suatu
kehidupan politik dimana mereka menjadi warganya.
2.
Sebagian anggota masyarakat bangsa
bersepakat mengenai struktur pemerintahan dan aturan-aturan dari pada proses
politik yang berlaku bagi seluruh
masyarakat diatas wilayah Negara.
Dengan
perkataan lain, suatu integrasi nasional yang tangguh akan berkembang di atas konsensus nasional
mengenai batas-batas suatu masyarakat tersebut. Dan harus memiliki :
1.
Kesadaran dari sejumlah orang bahwa
mereka bersama-sama merupakan warga dari suatu bangsa.
2.
Konsensus nasional mengenai bagaimana
suatu kehidupan bersama sebagai bangsa harus diwujudkan atau diselenggarakan.
E.
[9] R.
William Liddle, Struktur Masyarakat Indonesia
dan Masalah Integrasi, (Jakarta: Pustaka Belajar, 1994), cet 1, hlm. 81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar